Selasa, 25 Februari 2014

Nefertiti; Sang Ratu Keabadian

Nefertiti, wanita tercantik di seluruh Mesir, sudah ditakdirkan menjadi Ratu. Ia memasuki istana Thebes pada usia 15 tahun sebagai calon permaisuri pangeran Amenhotep IV. Nefertiti adalah anak dari saudara kandung Ratu Tiye, wazir Ay. Bermata biru, leher jenjang, garis wajah yang tegas. Kesempurnaanya menjadi lambang kecantikan di abad itu. Caranya berpakaian, berjalan, bahkan memandang ditiru oleh wanita-wanita bangsawan. Dia dicintai dan ditaati oleh rakyatnya.

Nefertiti hidup sebagai Ratu yang penuh ambisi. Ambisi akan kekuasaan dan keabadian. Ia ingin namanya terukir dalam prasasti sejarah dan akan dikenal oleh umat manusia setelahnya. Dengan sang suami, Fir'aun Amenhotep IV, di sisinya ia secara perlahan mengukir namanya dan suaminya di setiap sudut istana dan kuil Aten yang mereka bangun. Ambisi sang Ratu akan keabadian dan ambisi sang Fir'aun akan Dewa Aten, disebut sebagai Dewa yang hanya dipahami oleh mereka sendiri, bersinergi dalam kekuasaan tak terbatas. Untuk memenuhi ambisi itu mereka membangun sebuah kota bernama Akhetaten setelah kematian sang Ayahanda Raja. Kota di tengah padang pasir yang sekarang dikenal dengan nama Amarna. Amenhotep kemudian mengganti namanya menjadi Akhenaten sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Aten. Setiap sudut kota Amarna dihias dengan patung Nefertiti dan Akhenaten bahkan hingga ke kuil-kuil, mengingatkan kepada rakyat bahwa mereka mengawasi rakyat layaknya dewa. Setiap dinding di seluruh istana diukir dengan aktifitas sehari-hari sang ratu dan keluarganya oleh seorang pematung terkenal, Tuthmose, yang ia pekerjakan khusus di istana. Mereka telah mendewakan dirinya sendiri.

Masa kekuasaan Nefertiti dan Akhenaten disibukkan dengan pembangunan kota Akhetaten, sebuah kota persembahan kepada Dewa Aten. Wazir Ay, ayah Nefertiti, bertindak sebagai penguasa di belakang tahta yang mengurus urusan kerajaan karena Akhenaten sibuk dengan kota barunya. Ia tidak mau menerima utusan negara sahabat, mendegar keluhan rakyat, bahkan ia membenci prajurit yang pada masa ayahnya telah berjasa meluaskan wilayah kekuasan Mesir hingga ke Palestina dan sekitarnya. Ia tidak peduli akan ancaman bangsa Hatitte yang merangsek ke wilayah perbatasan, membantai rakyat, memperkosa dan memperbudak mereka. Untuk meredam kemarahan rakyat, mereka secara rutin membagi-bagikan deben emas, perak, dan tembaga melalui jendela penampakan.


Politik, intrik, cinta, keluarga, dan perebutan tahta berjalin kelindan dalam novel ini. Michele, si penulis, menyuguhkannya melalui sudut pandang Munodjmet, Mutny, adik Nefertiti, yang terkenal jujur dan bijaksana. Sangat berbeda dengan sang kakak yang suka meledak-ledak. Mutny, wazir Ay sang ayah dan ibunya menjadi sumber kekuatannya, disamping ambisi akan kekuasaan dan keabadian itu sendiri, untuk mempertahankan tahta.

Kisah cinta Mutny dengan Jenderal Besar Nakhtmin ikut memperkaya cerita. Ketakutan Fir'aun terhadap tentara telah mengubahnya menjadi kebencian yang teramat sangat sehingga ia mati-matian menentang hubungan Mutny dan Nakhtmin bahkan meracuni Mutny sehingga kehilangan anak sang Jenderal yang sedang dikandungnya. Sementara Mutny kehilangan calon bayinya, Nefertiti tidak berhenti memberikan anak untuk sang Fir'aun. Di tengah usahanya mempunyai putra mahkota, Nefertiti telah memberikan 6 orang putri yang sangat disayangi oleh Fir'aun. Ia tampaknya lega bahwa tidak ada putra mahkota yang terlahir dari rahim sang Ratu. Pengkhianatannya kepada sang Ayahanda Raja (ia juga mempercepat kematian ayahnya) membuatnya takut akan memiliki putra mahkota.


Novel yang berlatar belakang sejarah selalu menarik untuk dibaca terutama jika disertai dengan riset dan penelitian. Berdasarkan penjelasan Moran dalam bagian akhir novelnya, terdapat beberapa kisah yang tidak dapat dipastikan kebenarannya karena tidak ada data dan bukti pendukung. Diantaranya adalah bagaimana pandangan dan sikap Mutny terhadap penyembahan yang dilakukan oleh kakaknya terhadap Aten, bagaimana Nefertiti dan Amenhotep meninggal, serta kenyataan bahwa Nefertiti memiliki anak perempuan namun tidak pernah melahirkan anak kembar sebagaimana diceritakan dalam novel.

Kekuasaan Amenhotep diakhiri dengan wabah penyakit yang memakan korban hingga lebih dari 2.000 orang termasuk 4 putri kecilnya. Sepeninggal Amenhotep yang diceritakan terkena wabah, Nefertiti memimpin Mesir. Ia mengembalikan ibukota ke Thebes, memulihkan Dewa-Dewi rakyat Mesir, dan mengirim pasukan ke perbatasan di selatan untuk mengusir bangsa Hatitte yang terus mencaplok wilayah perbatasan. Tidak lama memerintah, Nefertiti dibunuh oleh pendeta Aten yang tidak terima kebijakan Nefertiti mengembalikan Dewa Amun kepada rakyat Mesir.

Senin, 24 Februari 2014

Islamic Book Fair 2014

Foto dari www.islamic-bookfair.com
Islamic Book Fair atau seringkali (bahkan dikenal) dengan sebutan IBF, telah hadir di Jakarta belasan tahun yang lalu. Pameran buku terbesar se-Indonesia ini dari tahun ke tahun dilaksanakan di Istora Senayan. Dari tahun ke tahun pula, pameran buku ini menjadi semakin besar karena semakin banyak penerbit buku yang ikut serta dalam event tahunan para pecinta buku ini, baik dalam dan luar negeri. IBF tahun ini adalah yang ke 13 dan akan dilaksanakan mulai tanggal 28 Februari hingga tanggal 9 Maret 2014. Pemilihan tanggal yang sangat tepat. Akhir bulan hingga awal bulan berikutnya. Pasti paham dong, maksudku, yupps, tanggalnya para pegawai lagi gajian. Yang swasta akhir bulan dan yang negeri, awal bulan. Kalau nggak bisa nahan diri, bisa-bisa gaji sebulan, abis sehari nih, di sini doang!!

Minggu, 23 Februari 2014

Pengantar Kata

Bismillahirrahmaanirrahiim...
Assalamu'alaikum, sobat buku^^.

Setelah sekian tahun aku membaca banyak buku (tidak cukup banyak, sebetulnya), tidak ada satupun buku yang aku tuliskan sinopsisnya. Biasa memang dan tidak ada masalahnya. Toh, sudah kita baca dan tahu jalan ceritanya. Informasipun telah diperoleh. Namun belakangan aku merasa harus menuliskan sinopsis dari setiap buku yang aku baca. Alasannya tidaklah terlalu muluk-muluk. Pertama dan yang paling penting, aku menyadari bahwa manusia adalah tempatnya khilaf dan lupa. Mengikat ilmu dengan pena merupakan cara terampuh agar ilmu tidak hilang dari belantara. Meskipun hanya sebuah novel, tetaplah ada hikmah yang dapat dipetik darinya. Terkait hal ini, aku menyadari bahwa di umur yang mendekati kepala 3 (masih 4 tahun sebenarnya), aku sudah mulai lupa akan hal-hal yang menurutku tidak penting, tidak menarik, dan tidak kontroversial. Untuk itulah, aku ingin menulis sinopsis untuk semua buku yang aku baca. Gunanya, untuk mengingatkanku isi buku A dan buku B. Untuk buku-buku populer dan yang aku sukai, ceritanya akan bertahan lama di benakku, tapi tetap saja, akan aku tuliskan di sini.